Menikmati Sepupu Istriku - CERITA DEWASA

Breaking

Post Top Ad

Menikmati Sepupu Istriku

Menikmati Sepupu Istriku

Malam ini aku harus mengantar Mr. Lim ke tempat hiburan, ia baru saja tiba kemarin pagi, sudah dua harian kami membicarakan bisnis, kini saatnya aku harus memberikannya hiburan agar dia bisa lebih terima penawaranku. Aku berbisnis beras, melanjutkan pekerjaan papa ku sebelumnya, kami melakukan ekspor impor beras ke negara tetangga.

Oh ya, namaku Herman, beberapa bulan ini aku sedang kacau, istriku, Agnes Monica menghilang begitu saja dua bulan yang lalu. Aku sudah melaporkannya ke pihak kepolisian, bahkan sudah kukerahkan semua usahaku namun aku belum kunjung menemukannya. Terakhir Agnes memang sakit keras, ia selalu berpikir penyakitnya tidak bisa disembuhkan, mungkin itu alasannya ia pergi meninggalkan ku.

Aku tahu, Agnes tidak mau merepotkanku. Namun apa yang ia perbuat adalah salah, kepergiannya membuat anak kami, Chelsea Olivia menjadi terlantar, aku selalu sibuk, sehingga anak kami selalu sendiri. Terakhir ini aku sudah membayar seorang guru privat yang sekaligus bisa menjaga Chelsea, dengan begitu aku bisa fokus di bisnisku ini.

Mr. Lim tidak bisa berbahasa Indonesia, aku terpaksa melayaninya dengan bahasa Mandarin. Sekitar pukul 22:00 aku membawa Mr. Lim ke sebuah tempat pijat plus-plus kenalanku. Ocean-X, spa and sauna ini terlihat elit, karena terletak di sebelah hotel mewah dengan bangunan yang besar, dan pelanggan di sini adalah para bos-bos dan pejabat kaya. Aku membawa Mr. Lim yang berperawakan sedikit kerempeng dan berkacamata itu masuk ke dalam. Aku memang belum pernah ke sini, namun pemiliknya aku kenal, namanya Titi, terdengar seperti nama perempuan namun dia adalah pria gendut berperut buncit. http://ligaibc.online/

Pikirku dalam hati, biarlah aku sekalian menghibur diri, lelah juga mengurus bisnis dan keluarga, lagian Agnes sudah pergi, mungkin dia tidak memikirkanku lagi. “Hallo bro, wah lama tak jumpa…”, sambut Titi langsung menghampiriku. “Ya, pengen main-main saja..”, jawabku sambil berjabat tangan. Aku langsung memperkenalkannya dengan Mr. Lim, sesaat kami membicarakan pertemanan kami dan saling bercerita tentang bisnis kami masing-masing.

“Gue bisa begini karena dulu liat usaha lu bro…”, candanya karena dahulu aku pernah buka tempat pijat plus-plus. Usaha tersebut dahulu ku rintis bersama teman-temanku, namun karena sedikit alasan, jadi aku terpaksa menutupnya.

“Tenang saja bro, makanya gue turun tangan, pasti spesial lah”, kata Titi ketika aku meminta barang bagus untuk menemani Mr. Lim. “Gue punya barang bagus, amoi masih di bawah umur… Hehehehe… Ini spesial punya bro, belum pernah tersentuh… Barang perdana…”, kata Titi menjelaskan. “Ah, itu mah bahasa marketing lu aja bro biar lu bisa jual mahal… Hahahaha…”, kacauku membalas. “Bah… Ini anak masih SMP bro, datang langsung ke gue, perlu duit katanya… Kalau lu ga mau ga pa pa deh…”, balasnya. “Hahaha, gue percaya kok ma elu bro, suruh ke sini biar Mr. Lim lihat dulu…”, kataku.

Kami pun menunggu di ruangan khusus yang diberikan Titi sebelum kami ke ruangan pijat. Menunggu tak lama, lalu pintu mulai terbuka, Titi dan gadis yang dia ceritakan pun masuk ke kamar. Astaga, itukan Lily adik sepupu ku, sial kenapa dia ada di sini bersama Titi. Aku terhentak menyadari bahwa gadis yang akan dijual Titi tersebut adalah Lily adik sepupuku. Lily juga kaget melihatku ada di sini, ia tertunduk malu tanpa berkata-kata, aku juga sedikit malu, sebaiknya aku pura-pura tidak mengenalnya.

“Gimana bro? Cantik kan?”, tanya Titi kepadaku sambil membawa Lily mendekat dan duduk di samping kami. Lily memang cantik, anak yang baru tumbuh remaja ini sangat harum. Aku pun bernegosiasi dengan Mr. Lim semoga saja dia tidak berminat dengan adik sepupuku ini. Lily masih tertunduk malu, ia terlihat seperti ingin menangis karena terpergok olehku di sini, namun aku juga malu karena berada di sini. “Bagaimana bro? Dijamin pasti memuaskan…”, kata Titi. “Sorry bro, bukan selera Mr. Lim…”, kataku. Untunglah Mr. Lim punya selera yang lain, semoga Lily bisa pergi dari tempat ini.

“Mr. Lim nyari yang pribumi, kalau bisa yang fresh namun bukan loli…”, bisikku kepada Titi. “Wah, yang pribumi sih banyak bro, tapi fresh punya ga banyak…”, kata Titi. “Ini yang paling fresh dan dijamin oke…”, lanjutnya. “Hmmm, gini saja, ikut gue aja langsung milih di tempat…”, kata Titi. “Mr. Lim ikut lu aja ya bro, gue di sini mau bahas dengan dia dulu siapa tahu aku minat…”, jawabku sambil bercanda meminta Titi meninggalkan aku bersama Lily di sini.

Mr. Lim pun kemudian mengikuti Titi keluar dari ruangan, dengan menggunakan bahasa Inggris yang sedikit fasih, mereka terlihat sedikit gampang berkomunikasi. Mr. Lim akan lebih puas kalau memilih sendiri, Titi mungkin akan membawanya ke akuarium untuk melihat-lihat gadis-gadis di sini. “Ngapain kamu di sini?”, tanyaku langsung ketika pintu ditutup.

Hanya kami berdua di sini, mata Lily lalu berair, ia terlihat malu sehingga pipinya merona. Ia memang cantik, tubuhnya terlihat segar dengan buah dada yang baru tumbuh. Aku coba menenangkannya, Lily shock karena mendapatkan ku di sini mempergokinya, kupeluk lalu ku katakan, “Pulanglah… Di sini bukan tempatmu…”.

Lily menangis, “Hiks hiks hiks… Maafkan Lily ko…”, katanya. Entah apa yang ada dipikirannya sehingga ia berani bertindak seperti ini. “Tolong jangan kasih tahu orang tua Lily… Hiks…”, ia menangis dengan tersedu-sedu. “Sudah sudah”, kataku sambil menggosok punggungnya agar ia tenang, namun perbuatan ini membuatku bernafsu, tubuh hangatnya membuat penisku sedikit mengeras.

“Nanti koko antar pulang, Loly janji jangan ke sini lagi ya…”, pesanku. “Tapi ko..”, balas Lily. “Lily…”, ia malu-malu mengatakan sesuatu. Aku yakin dia sedang dalam masalah, sehingga bisa terjerumus ke sini. “Lily kenapa?”, tanyaku memegangi pundaknya sambil menatap serius. Sial, melihat wajah ayu nya malah membuatku berpikiran jorok, ingin sekali aku membayarnya, tapi jangan, Lily adalah keluargaku sendiri. “Lily butuh uang…”, jawabnya sambil menunduk, ia malu menatapku.

Akhirnya Lily mulai terbuka, ia butuh belasan juta untuk membayar kesalahannya. Ceritanya kemarin Lily baru saja menghilangkan motor milik kawannya, saat itu ia cuma pinjam untuk belajar, namun direbut oleh kawanan yang tidak dikenalnya. Lily tidak berani menceritakan masalahnya kepada orang tuanya. Di sini Lily ditawarkan dua puluh juta kalau menjual keperawanannya.

“Lily belum pernah melakukan ini…”, katanya sambil menangis. “Lily cuma terpaksa…Teman Lily minta ganti rugi, Lily tidak mau libatkan orang tua Lily yang lagi kesusahan…”. “Ya sudah, nanti koko bantu-bantu, Lily tenang ya… Mari kita pulang…”, kataku. Lily sedikit tenang lalu menghapus air matanya. “Tapi ko, Lily tidak bisa pergi, Lily sudah janji sama bos, dapat satu konsumen baru bisa pergi…”, katanya menjelaskan dengan wajah yang sangat mengibakan.

Aku bingung harus berbuat apa. Kutatap Lily yang masih remaja itu dengan pakaiannya yang seksi akhirnya aku mendapat ide, “Ya sudah, pura-pura saja nanti deal-dealan sama koko…”, rencana kami akhirnya dibicarakan dengan baik-baik. Lily terlihat lebih ceria, dia sedikit senang karena ada jalan keluar dari semua ini. Tak lama dari itu Titi pun masuk ke ruangan kami. “Ckckck, Mr. Lim pandai milih ya, matanya hebat…”, kata Titi memuji pilihan Mr. Lim.

“Makanya, katanya di negaranya dia sudah bosan main sama amoi, dia cari sensasi lain…”, jawabku. “Gimana pembicaraan kalian? Jadi?”, tanya Titi. “Gue ambil bro… Jangan hitung mahal-mahal lah”, kataku. Aku lebih baik men-deal-kan ini, daripada nantinya Lily diboking oleh orang lain. “Hahaha, gue jamin barang oke…”, kata Titi sambil berjabat tangan kepadaku lalu mengantarkanku ke kamar kami. Aku dan Lily tidak berbicara di depan Titi agar dia tidak curiga.

“Selamat bersenang-senang bro…”, kata Titi ketika sampai di kamar kami, ia lalu menutup pintu dan meninggalkan kami. Aku dan Lily lalu duduk di dalam kamar, “Kita habiskan waktu saja di sini”, kataku kepada Lily. “Koko ga mau berhubungan sama Lily?”, tanya Lily dengan sedikit polos yang membuatku shock. “Lily bersyukur bisa ketemu koko di sini…”, ia terlihat senang lalu memelukku.

“Kalau tidak ketemu koko, mungkin Lily sudah disewa orang lain..”, katanya. “Sudah, Lily istirahat saja, masalah Lily jangan dipikirkan lagi…”, aku menenangkannya agar ia tidak begitu salah tingkah. “Tapi koko sudah deal, koko bakal bayar banyak uang ke bos…”, kata Lily. Ia juga sedikit bingung karena melibatkanku, apalagi dia tahu bayarannya di sini sangat mahal.

Aku memang sedikit tertarik dengan anak manis ini, ia cantik, mempesona dan terlihat segar, namun aku juga tidak bisa melihat masa depannya hancur di sini. Pelukannya membuatku merasakan sesuatu yang lain. Penisku sejenak mengeras, pikiranku melayang-layang membayangkan tubuh Lily. “Koko, main sama Lily saja, koko sudah terlanjur bayar, daripada Lily kasih keperawanan Lily sama orang lain…”, kata Lily karena tidak mau aku mengeluarkan uangku tanpa balas darinya.

“Ja… jangan…”, kataku. Aku sedikit gugup, jantungku berdetak kencang, aku ingin sekali menidurinya namun hati kecilku tidak tega. “Lily sudah siapkan kondom… Lily juga sudah pelajari sedikit gerakan dari video..”, katanya. “Lily sangat senang kalau bisa membalas budi koko…”, sambungnya sambil mengeluarkan kondom dari tasnya.

Aku tidak tega, ku ambil kondomnya lalu kubuang, “Lily jangan terjerumus!”, bentakku. “Dunia yang satu ini sangat kejam!”, aku berusaha menyadarkannya. “Tapi ko, ini pertama dan terakhir Lily di sini… Setelah masalah Lily selesai, Lily akan kembali ke kehidupan seperti biasanya…”, katanya. “Lily tak mau koko membantu Lily dengan biaya besar itu…”, katanya dengan pasrah ingin menyerahkan keperawanannya. Lalu ku pegang pipinya untuk menatapku, “Masa depan lebih penting…”, kataku. “Lily tidak perlu seperti ini… Kalau Lily ada masalah lain kali cerita sama koko, siapa tahu koko bisa bantu…”, kataku.

Anak itu terus merengek karena tidak enak. Ia terus-terusan memintaku menyetubuhinya. Dia memang dapat bayaran dua puluh juta dari Titi, namun harga yang ditawarkan Titi sudah pasti di atas itu, bisa-bisa saja Titi menagihku tiga puluh juta bahkan lebih, apalagi ditambah dengan biaya Mr. Lim, pikirku bisa-bisa dompetku tepos jadinya. Lagian aku ke sini juga ingin mencari hiburan, agar badanku rileks, akhirnya aku mengambil sebuah keputusan, ini tidak akan merusak masa depan Lily. Daripada dia juag tidak enak denganku, akhirnya kuputuskan agar Lily cukup melayaniku dengan sepongan. Lily sedikit lega, dengan begitu dia tidak begitu berhutang padaku.

Walaupun sedikit malu-malu, namun hasrat ku sudah memuncak, suatu pengalaman yang belum pernah kurasakan, aku akan disepong oleh adik sepupuku sendiri yang masih berusia remaja. Aku pun mulai membuka resleting celanaku, Lily nampak malu-malu menatap kearah selangkanganku itu. Aku duduk di ranjang sedangkan Lily sudah memcoba membiasakan melihat penisku yang keluar dari sela resleting celanaku.

“Lily belum pernah lihat penis pria dewasa?”, tanyaku. “Belum ko, ini pertama kalinya..”, jawabnya kemudian berjongkok dan dengab sangat malu-malunya ia coba memegang kemaluanku yang mengeras itu. “Lily belum punya pacar?”, tanyaku. “Belum ko, mama papa belum ijinkan Lily pacaran…”, jawabnya dengab pipi yang merona, cantik sekali bak bidadari kecil. Wajahnya polos, agak-agak mirip artis Cinta Laura di masa remaja.

Aku lalu memegangi tangannya untuk mengajarinya bagaimana cara mengocok penisku. Lily mulai mengikuti gerakan tanganku, dengan sangat penasaran ia terus menatap penisku, tampak ia mencoba mempelajari apa itu sebenafnya. “Besar ya ko… Pasti sakit kalau masuk ke memek Lily…”, katanya dengan lugu. “Makanya, Lily belum cukup dewasa untuk melakukan itu…”, jawabku. Jemarj lembutnya menjamah penisku, begitu hangat, dikocoknya dengan perlahan hingga aku merasa kenikmatan, ku terus pandangi wajahnya yang ayu itu. Lily dan aku sudah tidak memperdulikan hubungan keluarga kami, benar-benar bagai seorang PSK yang melayani pelanggannya.

“Oya ko, Cik Agnes belum ada kabar?”, tanyanya sambil mengocok penisku. “Belum, entah di mana gerangan, mungkin dia sudah melupakan koko…”, jawabku sedih. Seakan tahu dengan permasalahanku yang lama menjadi jablay, Lily pun berkata, “Kalau koko butuh disepong, koko jangan malu-malu ya hubungi Lily”, katany dengan polos.

Aku memang butuh sebuah kehangatan, mungkin dengan sekedar dibelai saja sudah cukup. “Lily sekarang kelas berapa?, berusaha mengajak bicara dengannya agar ia tidak begitu gugup. “Tahun ini masuk ke kelas tiga SMP ko…”, jawabnya. Lily anak yang sedikit pintar, walaupun tidak mendapat juara pertama atau pun ke dua, namun ia sering mendapatkan peringkat di ranking kelima hingga ke tiga. Kami pun mulai berbincang-bincang sambil Lily mengocok penisku dengan tangannya.

Beberapa lama berlalu, kami sudah mulai kehilangab pembicaraan, daripada kami tidak tahu harus bahas apa, aku pun ingin Lily menyepong penisku dengan bibir indahnya. Namun, sebelum itu, aku penasaran akan sesuatu. “Hmm, Ly, Koko boleh minta sesuatu ga?”, tanyaku. Sambil memandang ke arahku dengan tangan yanv masih memegangi penisku, Lily pun bertanya, “Ada apa ko?”. “Pengen lihat tubuh Lily telanjang”, kataku tanpa malu. “Baik ko…”, jawab Lily lalu berdiri melepaskan tangannya dari penisku. Lily lalu membuka pakaiannya, masih sedikit malu, tapi apa boleh buat, mungkin dia merasa mempunyai sedikit hutang padaku.

Perlahan ia melepaskan pakaiannya hingga tak satu helai benangpun menutupinya, badan mungilnya pun mulai terpampang jelas di depan mataku, sungguh pemandangan yang sangat luar biasa, membuat penisku tak berhenti mengeras, bahkan aku hampir saja berpikiran untuk segera menyetubuhinya. Kugeleng-gelengkan kepalaku, jangan, pikirku, jangan biarkan setan terus berbisik di telingaku, aku harus bisa menahan diri, Lily adalah adik sepupuku, aku tidak boleh sampai menidurinya, aku cukup melihagnya saja.

Tubuhnya putih sekali, bening bagai bidadari, wajah cantiknya yang bagaikan boneka berbie, membuat jantung ku berdegup kencang, susunya masih kecil, tonjolan seperti mangkuk itu masih segar dengan dihiasi puting kecil berwarna merah muda, di bagian selangkangannya kulihat hanya jembut-jembut halus dan pendek yang mulai tumbuh. Oh Lily, andai kau bukan adik sepupuku, mungkin hari ini sudah langsung ku gagahi kamu.

Ku tarik tangannya agar ia mendekat, ia berdiri tepat di depanku, baunya harum, Lily segar sekali, ingin rasanya ku lumat. Bisikan-bisikan setan mulai merasuki pikiranku, tanpa minta ijin dari Lily, aku langsung saja memeluk tubuhnya yang mungil itu lalu kulumat bibirnya. Lily tidak mengerti bagaimana cara berciuman, namun aku tidak memperdulikannya, kujelajahi mulut seksinya itu dengan lidahku, kugigit pelan di bibir indahnya. Lily tidak melawan, ia membiarkan aku menciuminya. Nikmat tiada tara, aku sudah terbawa ke alam yang penuh dengan kenikmatan, segala bebanku hilang, aku terasa bebas.

Puas menciumi bibirnya, aku lalu menjilati leher kecilnga, harum, rambut panjangnya yang berbau shampoo itu pun ku belai lembut. Ku gerilya hingga mencium sampai buah dadanya. Maafkan koko, koko sudah tidak tahan dengan tubuh indah mu ini. Lily seperti kegelian ketika aku menciumi susunya, kujilati kisaran putingnga, lalu kesedoti. Lily tidak melawan, ia membiarkan aku menikmati kedua belah susu nya yang baru tumbuh itu.http://ligaibc.online/

Kiri kanan terus kusedoti dan kuremas, susu seorang remaja yang menggiurkan, aku terbawa hingga tanganku mulai bergerilya hingga ke bawah selangkangannya. Jembut halusnya ku raba, lalu menyentuh di vagina luarnya, ku belai bibir vaginanya, dan oops aku tersadar, Lily masih perawan, aku tidak mau merusaknya. Kutarik tanganku menjauh dari selangkangannya, cepat-cepat aku tekan Lily agar kembali berjongkok, aku ingin dia segera menyepongku, agar nafsu ku cepat tersalurkan hingga aku tidak akan kesetanan lagi ingin menyetubuhinya.

Lily tanpa malu lalu memasukkan penisku ke dalam mulut mungilnya, penis besarku terlihat penuh di dalam sana, ia belum begitu pandai melayaniku, ia hanya mengulum-ngulum saja. Kubiarkan begitu, aku coba merebahkan diri, membiarkan lily menjilati penisku itu, aku tak mau melihatnya, aku takut aku kembali kesetanan. Yang kurasakan hanya nikmat di bagian penisku, batangnya dikeluar-masukkan di mulutnya, serta buah jakarku pun di raba-raba dengan tangan penuh jemari lentiknya. Ku pejamkan mata dan mencoba menikmatinya.

Beberapa menit berlalu aku pun mulai merasakan gejolak tak tertahan, penisku bergetar-getar, ingin sekali ku pinta Lily mempercepat sepongannya,;namun ia masih amatiran, dia belum tahu bagaimana caranya. Aku bangkit lalu menarik penisku, kukocok sendiri dengab tanganku dengan mengarahkan ke wajahnya yang cantik jelita itu. Seakan tahu apa yang kulakukan, Lily membuka mulutnya, ia mungkin menonton video yang ia ceritakan itu, ia bermaksud menelan sperma yang akan keluar dari penisku ini.

Tidak, aku tidak tega sampai adik sepupuku ini menelannya. Aku alihkan arah penisku ke keningnya lalu, ‘CRROOOOTTTT’, “Ahhhhh……”, desah nikmat diikuti keluarnya sperma dari penisku menyemprot tepat ke kening Lily, lalu kuoleskan kepipinya sampai ke dagu, Lily sedikit jijik karena mencium bau amis itu, namun dia tidak bisa berbuat apa-apa, tugasnya kini sudah selesai, sedikit lega Lily karena membayar hutangnya.

Aku terasa capek setelah berejakulasi, aku kembali merebahkan tubuhku ke ranjang sambil menatap ke langit-langit, apa sebenarnya yang telah kuperbuat. Bukan rada nikmat yang kini kurasakan, malah rasa bersalah, aku telah mengotori adik sepupuku sendiri, bagaimana kalau ketahuan orang-orang? Pikiranku melayang-layang, aku akan malu jika perbuatanku ini diketahui tante dan om ku, orang tuanya Lily, bagaimana juga pertanggungjawabanku terhadap keluargaku? Orang tuaku, anakku Chelsea, bahkan istriku yang sudah menghilang.

Aku merasa sangat berdosa, pikiranku tidak tenanh, hingga akhirnya Lily ikut naik keranjang, dan tidur di sampingku. “Ko, terima kasih ya, Lily sangat terbantu oleh pertolongan koko…”, katanya yang membuatku sedikit lega, rasa berdosa sedikit terobati karena perkataan Lily, paling tidak ini sudah sangat membantunya.

Aku lalu memeluknya, kupegangi buah dada kecilnya dan ku tatap wajahnya yang masih belepotan air sperma itu, “Lily janji sama koko ya, jangan pernah main ke sini lagi, kalau ada masalah coba bicarakan sama koko..”, pesanku padanya. Lily pun mengangguk pelan, pipinya merah dan matanya sedikit bersinar menandakan dia senang karena telah dibantu.

Kami pun ketiduran di atas ranjang yang sama dengan keadaan Lily yang bugil. Kaget aku terbangun karena sudah hampir pagi, entah bagaimana Mr. Lim, daritadi aku tidak dibangunkan Titi berarti Mr. Lim pun belum selesai menikmati malamnya. Segera ku bangunkan Lily yang masih tertidur pulas, “Li, bangun… Ortu mu ga cari?”, tanyaku.

Dengan mata sayub-sayub ia terbangun dan menjawab, “Lily sudah minta ijin alasan nginap di rumah teman…”, katanya. Lily pun menjelaskan bahwa sudah kerjasama dengan temannya itu apabila ditanyai oleh orang tuanya. Tentu saja temannya mau bekerjasama karena motor yang hilang itu adalah motornya, Lily minta pengertian dari kawannya itu, satu malam untuk mendapatkan uang agar bisa mengembalikan kesalahannya.

Temannya pun serba salah, ia terpaksa juga membohongi orang tuanya bahwa motornga sedang dipinjam temannya. Di esok hari, Lily dan kawannya akan mengakui masalah mereka dan mengembalikan uang sebagai ganti rugi kepada orang tua temannya itu.

Aku lalu meminta Lily untuk membersihkan wajahnya, bau sperma masih tercium kuat, cairan tersebut telah kering, aku tidak mau Lily lupa membersihkannya hingga ia tak sadar sampai pulang ke rumah. Kutemani ia untuk mandi, ku tuntun dia masuk ke kamar mandi yang berada dalam ruangan ini. Aku pun melepaskan pakaianku, kami mandi berdua di bawah guyuran shower, kubersihkan seluruh tubuhnya, kubelai lembut tubuhnya itu. Kami pun memulai kembali permainan kami yang sebelumnya.

Tubuh Lily basah kuyub, di bawah tetesan air dari shower memperlihatkan bening-bening sinar terpancarkan. Kembali kupeluk erat tubuhnya, lalu kami kembali berciuman layaknya sepasang kekasih. Lily sudah mulai pandai membalaa permainan lidahku, bibir mungilnya membalas ciumanku, nikmat sentuhan kedua bibir kami kembali membuat penisku mengeras kencang.

Beberapa saat ketika aku mulai bosan menciuminya, kembali aku ingin menikmati payudara kecilnya yang segar itu. Ku ciumi buah yang putih mulus itu, ku sedoti tepat di arah tengah puting merah mudanya itu dengan penuh nafsu. Kiri kanan ku sedoti terus menerus, nikmat sekali, guyuran air tidak membuat kami kedinginan, malah hangat terasa. Nafsuku sangat memuncak, aku kembali merasakan perasaan yang tidak dapat ku tahan lagi, aku ingin segera melancarkan aksiku mengeluarkan cairan nikmat dari penisku. Namun kembali ku berpikir aku tidak mungkin menyetubuhi Lily.

Aku kemudian mengajak Lily masuk ke bath tube berduaan, bath tube yang cukup besar bisa menampung kami berdua, aku memeluknya dalam rendaman air. Bagaikan ditemani bidadari kecil, perasaan melayang-layang bagai di awan. Aku pegang tangan Lily dan ku arahkan ke penisku, aku ingin ia mengocoknya hingga aku bisa berejakulasi.

Jemari kecil lentiknya mulai menggerakkan penisku di dalam air, sungguh nyaman terasa, dengan pelan ia mengocoknya, Lily mulai bisa mengocok penis, sekarang ia tidak malu lagi, dengan senyum yang manis dan wajah yang unyu-unyu ia memandangiku, lalu kami kembali berciuman, sambil aku membiarkan penisku dikocoknya perlahan di dalam rendaman air.

Kami melewati dini hari itu di dalam kamar mandi. Di dalam bath tube Lily mengocok penisku hampir dua puluh menit hingga penisku mengejang dan menyemprotkan sperma yang langsung menyebar di dalam bath tube. Ah, lega sekali setelah mengeluarkan cairan tersebut, kami segera bangkit agar sperma ku tidak menempel dengan badan kami yang berendam di sana.

Kami kemudian menyabuni diri kami, agar bersih, aku membantu Lily membersihkan diri, menyabuni sekujur tubuhnya dari ujjung kepala hingga ujung kaki, tak lepas ku raba kembali kedua buah dadanya dan selangkangannya. Begitu pula Lily, ia membantuku menyabuni diri, sekujur tubuh, termasuk penisku yang mulai melemah karena ejakulasi tadi.

Setelah bersih, kami pun keluar dari kamar mandi dengan meninggalkan sperma ku yabg masih tergenang di air dalam bath tube. Kami keringkan badan dengan handuk, ku lapkan ke tubuh Lily hingga kering, dan memintanya berpakaian lagi. Aku akan membawa Lilh pergi dari sini, namun sebelum itu harus kupastikan ia tidak kembali si sini lagi.

Setelah berpakaian rapi kembali, aku dan Lily kembali ke lobi menemui Titi, di sana aku berbincang dengannya mencoba bernegosiasi, bukan membahas hubunganku dengan Lily, namun kuberalasan Lily ingin ikut denganku, sebagai teman baikku, Titi mengerti, kubayar uang lebih pada Titi, dan setelah memberikan imbalan kepada Lily, Titi pun meninggalkan kami karena ingin menjemput Mr. Lim.

Jam 06:00, aku bersama Lily dan Mr. Lim meninggalkan Ocean-X, kami mencari tempat untuk mengisi perut kami. Dalam perjalanan Mr. Lim bercerita tentang kepuasannya dilayani gadis di sini, malam itu dia memboking tiga gadis sekaligus, ia senang dan akan bekerja sama dengan bisnisku.

Aku senang, bisnis lancar, nafsuku pun tersalurkan. Dalam perjalanan Mr. Lim pun menanyai kenapa gadis kecil ini ikut bersamaku, aku hanya bisa beralasan ingin mentraktirnya makan. Lily tidak mengerti mandarin, ia hanya terbingung-bingung duduk di belakang sendirian tanpa tahu apa pembicaraan kami.

Setelah sarapan, Lily minta mengantarnya di depan gang rumah temannha, segempok uang yang ia terima akan segera dia berikan pada temannya itu. Sampai di sini saja, aku tidak bisa menemaninya lebih jauh. Lily akan kembali menjalani kehidupannya setelah masalahnya selasai. Ia keluar dari mobil dengan sengum bahagianya, dengan tenang ia mengucapkan terima kasih dan berjalan menuju dalam gang.

Ku terus perhatikan perjalanannya hingga ia sampai di sebuah rumah, aku pun tenang untuk menibggalkannya di sana. Kini saatnya aku fokus pada bisnisku, karena setelah ini aku akan mengantar Mr. Lim ke bandara setelah menandatangi kontrak bisnis kami. Terima kasih Lily, kamu adik sepupu yang sangat mengesankan bagiku.